BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam sejarah panjang perkembangan peradaban manusia yang berhubungan dengan konflik-konflik diawali adanya seengketa antar negara sebagian besar selalu meningkat pada sengketa berkepanjangan dan upaya penyelesaiaan dengan cara kekerasan (violence /armed conflict/ war). Salah satu konflik berkepanjangan yang tak kunjung usai adalah konflik antara Israel dan Palestina, meski apabila kita cermati, berbicara mengenai Timur Tengah dan konflik tidak hanya akan menyangkut permasalahan Israel dan Palestina karena dalam sejarahnya Timur Tengah memang salah satu wilayah yang paling sering dihadapkan pada konflik antar negara. Terdapat sederet panjang sengketa internasional yang melibatkan pasukan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dalam upaya penyelesaiannya.
Konflik berkepanjangan antara Palestina dan Israel merupakan salah satu sengketa yang cukup panjang apabila kita menghitung waktu maupun upaya yang telah dilakukan untuk menyelesaikan sengketa ini, yang belakangan ini kembali memanas cukup menarik perhatian kita. Hal ini jelas memicu kembali ketegangan tidak hanya di kalangan negara-negara Timur Tengah tetapi juga ikut menarik perhatian dari dunia. Dalam konflik antara Israel dan Palestina telah beberapa kali dilakukan perjanjian untuk menyelesaikan sengketa yang terjadi antara kedua pihak yang sama-sama menyatakan dirinya sebagai negara merdeka dan berhak atas wilayah yang menjadi pokok sengketa antara kedua pihak. Meski telah berkali-kali dilakukan upaya perdamaian sampai pada tingkat perjanjian Internasional yang telah dilakukan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sehingga menghasilkan pembagian wilayah untuk kedua masing-masing pihak yakni Israel dan Palestina, tetapi pada kenyataannya tidak mampu secara langsung menyelesaikan permasalahan antara Israel dan Palestina. Palestina dengan pasukan intifadanya dan Israel dengan kekuatan bersenjata yang cukup kuat tetap saling menyerang dan bertahan satu sama lain. Sementara solusi riil untuk menyelesaikan sengketa mencapai pedamaian dunia tidak juga mampu menyelesaikan permasalah antar kedua bangsa. Ditinjau dari segi pertanggung
jawaban atas perjanjian internasional yang telah dilanggar berkali-kali tentu harus dicermati kembali masalah yang mendasari.
B. Permasalahan
1.
Apakah Israel harus
bertanggungjawab atas serangan yang terjadi ?.
2. Apakah terdapat klausul yang menyebabkan Israel tidak
bertanggungjawab baik karena pembelaan diri atau alasan lain?.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sejarah Sengketa Palestina dan Israel
Konflik antara Palestina dan Israel
telah berlangsung lama sejak tahun 1947. Pada masa itu tepatnya pada bulan Mei,
dilakukan pembagian wilayah antara Israel dan Palestina yang dilakukan oleh
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Hasil dari pembagian wilayah adalah 54% dari
wilayah diserahkan untuk Israel sedangkan sisanya untuk Palestina yakni 46%.
Apabila ditinjau dari segi jumlah penduduk yang ada antara Israel dan
Palestina, prosentase masyarakat Israel yakni bangsa Yahudi hanya berkisar 31,5
% dari populasi yang ada. Hal inilah yang menimbulkan reaksi balik dari rakyat
Palestina yang memperjuangkan kemerdekaan di tanah mereka sendiri. Sementara
bangsa Yahudi menganggap pembagian yang telah dilakukan itu tidaklah cukup.
Mereka menginginkan wilayah yang lebih luas. Sejak itulah terror yang meluas
terhadap rakyat Palestina. berlangsung. Pada tanggal 9 April 1948 dilancarkan
pembantaian massal, serangan yang dilakukan milisi Irqun dan sebanyak 259
penduduk tewas. Selanjutnya pada tanggal 14 Mei 1948 bangsa Yahudi mendeklarasikan kemerdekaannya
sebagai negara Israel. Tanah yang menjadi sengketa antara kedua bangsa
merupakan koloni dari Inggris setelah perang dunia I. bangsa Yahudi
menginginkan negrinya berdiri sendiri diatas tanah tersebut sementara di tanah
tersebut juga didiami bangsa Palestina. Populasi bangsa Yahudi saat itu hanya
56.000 sedangkan Palestina mencapai satu juta.
Sengketa
ini terus berjalan seiring dengan tekanan yang dilakukan oleh penguasa Israel.
Tentara Israel melakukan penyerangan
salah satunya adalah Ramallah, di kawasan Tepi Barat , Palestina. Israel
mengawali blokade di Ramallah dengan mengirim anggota Batalion Egoz. Tentara
Israel memburu warga Palestina khususnya yang dianggap sebagai teroris Kondisi
seperti itu membuat warga dan petinggi pemerintah Palestina meradang. Apalagi
respon dunia khususnya Amerika Serikat sangat lambat. Bahkan hampir dapat
dikatakan tidak ada tindakan berarti untuk menyetop pendudukan di jantung
Palestina. Di kota itu, sejak tahun 1996, seiring ditariknya pasukan Israel
otoritas Palestina di bawah Arafat mengatur dan mengendalikan roda pemerintahan
layaknya sebuah negara. Kota ini dipilih sebelum ibu kota definitive Palestina
yaitu Yerussalem terwujud.Selain mengepung dan menyerang kota Ramallah pasukan
Israel juga melakukan serangan kilat ke Tepi Barat. Hanya dalam waktu kurang
dari tiga hari, Kota Jenin, Tulkarem, Betlehem Qalqilya dan Nablus di Tepi
Barat secara de facto berada dalam kontrol Israel.
Rakyat
Palestina yang merasa terusir dari daerah yang mereka diami selama ratusan tahun
tidak tinggal diam saja. Mereka terus melancarkan perang terhadap Israel
sehingga muncullah perang yang terjadi antara tahun 1948, 1967 dan tahun
1971. Perjuangan rakyat Palestina untuk
merebut kembali wilayahnya bergabung dalam suatu organisasi yaitu PLO.
September tahun 1982 terjadi pembantaian besar-besaran atas pengungsi Palestina
di kamp pengungsian Sabra dan Shatila yang menewaskan 2700 pengungsi hanya
dalam waktu 1 jam. Palestina sendiri akhirnya membentuk milisi yang dikenal
dengan Intifada.Perlawanan dari rakyat Palestina bergulir sejak tahun 1987.
Israel sendiri berusaha untuk meredam dengan upaya memberikan konsensi pada
perjanjian Oslo di tahun 1993 mengenai kesepakatan antara Israel dan Palestina
yang akan memberikan kesempatan kemerrdekan bagi bangsa Palestina telah
dilanggar pada tahun 1998. Harapan rakyat Palestina atas kemerdekaannya dengan
berdirinya Palestina di Tepi Barat dan Jalur Gaza dengan ibukota Yerusalem
Timur ternyata mengalami kegagalan karena perjanjian tersebut dianggar oleh
Israel.Sebaliknya dengan perjanjian tersebut semakin memperjelas kuatnya
kontrol Israel atas daerah Tepi Barat dan Jalur Gaza. Kebijakan apartheid yang
membedakan waran dan bersifat sangat diskriminatif diterapkan. Israel sendiri
telah menguasai perekonomian di daerah Tepi Barat baik tanah maupun sumberdaya
alamnya, dengan ditopang dengan kekuatan militer yang berfungsi untuk terus
mengawasi rakyat Palestina. Perlawanan Intifada bergolak pada akhir September
2001 setelah terjadiya bentrokan antara Palestina dan Israel dipicu oleh
kedatangan Ariel Sharon yang dianggap bertanggungjawab atas pembantaian di kamp
pengungsian Sabra dan Shatila. Pada bentrokan ini 7 orang Palestina tewas dalam
Mesjid Al Aqsa.[1]
Sampai saat ini konflik berkepanjangan antara Palestina dan Israel terus
berlanjut sementara berulang kali telah dilakukan perjanjian-perjanjian
perdamaian antara kedua belah pihak tetapi terus menerus mengalami kegagalan
diakibatkan oleh pelanggaran-pelanggaran yang terjadi.
B.Metode Perlawanan Palestina dan Posisi
Israel
Israel dan Palestina merupakan suatu negara yang masing-masing
berusaha untuk memperoleh wilayah sebagai salah satu unsur dari negara yang
merdeka. Sementara upaya dari Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) sampai saat ini
belum juga mampu menyelesaikan konflik antar kedua bangsa tersebut dan pilihan
yang diambil oleh keduanya adalah upaya untuk memperkuat melalui kekuatan
bersenjata dengan membentuk milisi di kedua belah pihak. Setelah pelanggaran
yang dilakukan Israel dalam perjanjian Oslo Tepi Barat dan Jalur Gaza dilanda
gelombang pemogokan. Kota-kota besar seperti Nablus, Hebron, Ramallah dan Gaza
adalah titik-titik sentaral aksi-aksi pemogokan dan demonstrasi yang dilakukan
oleh Palestina. Departemen perdagangan Palestina sampai pada tingkat penyeruan
atas aksi mogok bergelombang sebagai solidaritas atas demonstrasi-demonstrasi
yang berlanjut untuk terus mendukung perlawanan atas Israel. Gerakan boikot
terhadap produk Israel dilakukan melalui Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)/Non
Government Organization (NGO) dan kelompok-kelompok pemuda yang mengkampanyekan
boikot.
Dari berbagai bentuk
perlawanan baik demonstrasi, boikot sampai jalan bersenjata telah dilakukan
oleh rakyat Palestina sementara Israel sendiri memakai kekuatan bersenjata
selain upaya tekanan melalui kebijakan-kebijakan yang memecah belah rakyat
Palestina. Dilihat dari segi kekuatan ekonomi yang mampu menopang
berlangsungnya konflik dengan kekuatan bersenjata jelas Israel membutuhkan dana
yang tidak sedikit dan mengenai kekuatan ekonomi ini Israel ditunjang oleh
Amerika Serikat yang telah mendukung Israel sejak tahun 1950 ketika mulai
merebaknya perlawanan anti imperialis oleh negara-negara Arab.2 Mulai saat itu turun dana dalam jumlah
besar ke Israel untuk menjaga perekonomian yang kuat di Israel serta menciptakan
negara bersenjata yang tangguh. Untuk data ekonomi 2001 Israel menerima dana sebanyak 4 milyar dolar dari
Amerika Serikat, tiga milyar dolar untuk dana militer dan sisanya sebagai alat
pembangunan ekonomi. Khusus untuk dana persenjataan selama 4 tahun tahun setelah melawan
negara-negara Arab tahun 1967 diturunkan dana 1,5 milyar dolar Perbandingan kekuatan inipun sangat jauh
dibanding Palestina yang hanya memperoleh dana sebanyak seratus juta dolar
dalam satu tahun periode 2000-2001. Sejak tahun 1974, Amerika telah
menghibahkan dana sebanyak 80 Milyar dolar untuk Israel.
Melihat
latar belakang permasalahan yang ada dalam kaitannya dengan konflik yang
terjadi sekarang ini maka Israel harus bertanggung jawab terhadap kekerasan
yang terjadi atau kekerasan yang dilakukannya terhadap Palestina. Hal tersebut
didasarkan atas faktor-faktor adanya pertanggungjawaban negara, yaitu :
-
Adanya suatu kewajiban hukum
internasional yang berlaku antara dua negara tersebut.
-
Adanya suatu perbuatan atau
kelalaian yang melanggar kewajiban hokum internasional tersebut yang melahirkan
tanggung jawab negara.
-
Adanya kerusakan atau kerugian
yang diakibatkan oleh tindakan yang melanggar hokum atau karena kelalaian
tersebut.
Berdasarkan ketiga faktor tersebut maka penyerangan Israel terhadap
Palestina memenuhinya.
Pihak Israel memandang bahwa penyerangan yang dilakukan oleh mereka
merupakan suatu tindakan pembelaan diri terhadap serangan bom bunuh diri yang
dilakukan oleh warga Palestina yang beraliran keras seperti dari Pejuang Hamas.
Apabila alasan itu dipakai dilihat dengan adanya upaya menolak tanggungjawab
yakni keadaan darurat sebagai pembelaan diri sebagaimana ditentikan oleh Komisi
Hukukm Internasional (ILC/international Law Commision)tahun 1980, jelas tetap
tidak dapat digunakan karena jelas posisi Israel adalah kuat dalam segala
bidang. Tetapi pernyataan pihak dari Isarel tersebut bukan suatu pembelaan
karena memang melihat dari sejarah dan latar belakang permasalahan yang ada
terlihat jelas bahwa Israel mempunyai kesalahan karena telah merebut wilayah
dari Palestina. Untuk menyelesaikan konflik tersebut Israel mau tidak mau harus
rela melepaskan wilayah yang menjadi hak dari Palestina yaitu antara lain Tepi
Barat, Jalur Gaza dan Yerussalem yang akan dijadikan sebagai ibu kota
Palestina.
BAB IV
KESIMPULAN DAN
SARAN
A. Kesimpulan
Dari permasalahan sengketa antara
Palestina dan Israel melalui pembahasan, dapat diambil kesimpulan :
Bahwa
sengketa antara Palestina dan Israel adalah merupakan permasalahan sengketa
wilayah yang telah dilakukan pembagian oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB)
pada medio Mei 1947. Ternyata pembagian wilayah yang telah dilakukan tidak
dapat memuaskan kedua belah pihak dan upaya untuk menggagalkan tidak lagi diawasi
secara ketat oleh PBB. Serangan Israel tidak segera diselesaikann dengan
ketegasan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sebagai organisasi
Internasional yang memiliki kapaasitas untuk menyelesaikan konflik
berkepanjangan antara Israel dan Palestina.
Bahwa mengenai posisi antara
Palestina dan Israel terdapat ketidakadilan secara ekonomi yang mengakibatkan
dukungan dalam hal persenjataan begitu besar dan memperkuat posisi Israel dalam
upaya penekanannya atas Palestina dan hal ini tidak dicermati oleh PBB dan
tidak ada upaya untuk ikut mengontrol masuknya bantuan untuk persenjataan bagi
Israel untuk memperkuat pasukan bersenjata.
B. Saran
Berdasarkan
hasil pembahasan maka dapat diberikan
saran sebagai berikut:
Hendaknya dalam suatu
perjanjian-perjanjian Internasional disiapkan juga konsep pengawasan dan sanksi
yang tegas bagi negara yang melanggar secara Internasional untuk dapat mencapai
kepastian hukum. Pembatasan atas keterlibatan suatu negara yang memberi
dukungan dan mengakibatkan pertentangan sampai ke tingkat konflik bersenjata
seharusnya juga dikaji dan diantisipasi oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa
(PBB).
DAFTAR PUSTAKA
-
Intifada Rakyat Palestina Melawan Kediktatoran Israel, Suara
Pelopor (SUPEL),Edisi VII , januari 2001, LMND Jakarta.
-
J Petras, Gambaran Tentang Globalisasi, 2000, Australia.
[1] Bentrokan yang dipicu oleh isu kedatangan Ariel Sharon yang
mengakibatkan kemarahan rakyat Palestina.SUPEL VII Januri 2001
http://padmimonang.wordpress.com/
BalasHapusizin kopi gan.....
izin kopas gan ...
Hapus